Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah Bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah, yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Daftar Isi
Berdasarkan kepemilikannya, maka BPR terbagi menjadi dua. Yaitu BPR yang dimiliki oleh Pemerintah (umumnya Pemerintah Daerah Tingkat II) dan BPR yang dimiliki oleh swasta. Berdasarkan pengelolaannya, maka BPR terbagi menjadi dua, yaitu BPR konvensional (BPR) dan BPR Syariah (BPRS).
Pada tahun 1988, Pemerintah mengeluarkan Paket Kebijakan Oktober 1988 (PAKTO 1988) melalui Keputusan Presiden RI No.38 yang menjadi momentum awal pendirian BPR–BPR baru.
FUNGSI DAN TUGAS BPR ADALAH
Menerima dana dari masyarakat dalam bentuk tabungan dan deposito berjangka. Memberikan kredit. Menyediakan pembiayaan bagi nasabah. Menempatkan dananya dalam bentuk SBI, sertifikat deposito, dan atau pada bank lain.
BPR merupakan lembaga perbankan resmi yang diatur berdasarkan Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan dan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 10 tahun 1998. Dalam undang-undang tersebut secara jelas disebutkan bawah ada dua jenis bank, yaitu Bank Umum dan BPR.
Bahkan, menabung di Bank Perkreditan Rakyat bisa memberikan banyak kelebihan, seperti: BPR melayani tabungan secara berkelompok untuk pembiayaan yang lebih mudah. Saldo minimum untuk membuka tabungan di Bank Perkreditan Rakyat jauh lebih rendah dibandingkan bank konvensional pada umumnya.
Keamanan Terjamin
Artinya, BPR adalah bank terpercaya yang tidak ada bedanya dengan bank umum lainnya sehingga tak perlu diragukan lagi.
Dalam menjalankan kegiatan usahanya, BPR dilarang menerima simpanan dalam bentuk giro, melakukan kegiatan usaha valuta asing, melakukan penanaman modal dengan prinsip prudent banking, dan melakukan usaha perasuransian.
Usaha yang Tidak Boleh Dilakukan BPR
Menerima simpanan berupa giro. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing. Melakukan penyertaan modal dengan prinsip prudent banking dan concern terhadap layanan kebutuhan masyarakat menengah ke bawah. Melakukan usaha perasuransian.
Sementara keterbatasan BPR di antaranya adaptasi teknologi relatif lebih lambat, di mana akuisisi pengguna lebih lama dan mahal sebab dilakukan secara tatap muka. Kemudian, analisis risiko pada borrower retail lebih mahal karena dilakukan secara manual, serta terbatasnya SDM yang mumpuni di bidang teknologi informasi.
2. BPR sebagaimana dimaksud pada angka 1 wajib memenuhi modal inti minimum sebesar Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah) paling lambat pada tanggal 31 Desember 2024.
Jumlah Bank Perkreditan Rakyat di Indonesia
Bank Indonesia (BI) mencatat, jumlah bank perkreditan rakyat (BPR) di Indonesia sebanyak 1.468 unit pada 2021.
Otoritas Jasa Keuangan memiliki kewenangan untuk mengawasi Bank Perkreditan Rakyat. Pengawasan atas Bank Perkreditan Rakyat penting untuk dilakukan mengingat perannya dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi khususnya Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).
Perbedaannya, yakni bank umum diberikan kewenangan untuk memberikan jasa lalu lintas pembayaran, sedangkan BPR tidak memiliki kewenangan tersebut. “BPR tidak terlibat dalam beberapa jenis pelayanan kegiatan usaha valuta asing dan giro.
Mengapa BPR memberikan bunga relatif lebih tinggi dari bank umum lainnya? Karena BPR menyalurkan mayoritas kreditnya ke sektor UKM dengan bunga kredit yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan bank umum. Sehingga otomatis dana simpanan di BPR akan mendapatkan bunga yang lebih tinggi pula.
Oleh karena itu, tidaklah salah bahwa BPR selalu mengutamakan perekonomian rakyat kecil dan menjadi penyelamat perekonomian Indonesia. Lagi-lagi karena tujuannya adalah untuk menolong pemodalan usaha mikro dan kecil menengah (UMKM), maka pencairan dananya dipercepat yaitu hanya sekitar 2 hingga 3 hari kerja.
Jakarta – Bank Perkreditan Rakyat (BPR) mulai meluaskan ekspansinya dengan membuka layanan kartu debet dan ATM. Bank Indonesia (BI) mencatat sebanyak 5 BPR besar telah lapor untuk membuka layanan ATM–nya.